Bandarlampung- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui fungsi koordinasi supervisi pencegahan (korsupgah) terintegrasi mendorong sinergi lintas pemerintah daerah dan kementerian/lembaga untuk mengunci perlintasan batubara ilegal di wilayah Lampung.
KPK mengoordinasikan antara Pemda Sumatera Selatan dan Pemda Lampung serta instansi terkait lainnya untuk menghentikan potensi kebocoran penerimaan negara karena penambangan batubara ilegal. Hal tersebut menjadi salah satu pembahasan dalam rangkaian kegiatan korsupgah di Provinsi Lampung pada 27 – 30 Agustus 2019.
“Dari koordinasi tersebut KPK meminta Terminal Khusus (Tersus) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Batubara di Wilayah Lampung tidak menampung batubara ilegal,” kata Dian Patria Kasatgas Koordinasi Supervisi Pencegahan Korwil III KPK di Bandar Lampung, Kamis, (29/8)
KPK, lanjut Dian, juga meminta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Panjang, Bandar Lampung tidak mengeluarkan Surat Perintah Berlayar (SPB) untuk pengangkutan batubara ilegal. Demikian juga penyedia layanan Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP) Bakauheni tidak mengizinkan truk pengangkut batubara ilegal dinaikkan ke ferry menuju Merak; dan yang tidak kalah penting, Dian menambahkan, agar pabrik-pabrik di Lampung tidak menjadi bagian dari rantai praktik penambangan batubara ilegal dengan menampung batubara ilegal.
“Koordinasi juga dilakukan untuk memperkuat pengawasan dan pemberian sanksi atas pelanggaran angkutan, baik yang merupakan kewenangan pemda di Sumsel maupun di Lampung,” jelas Dian.
Hal ini dilakukan KPK dengan menjalankan tugasnya sebagai pemicu dan pemberdaya (trigger mechanism) terhadap instansi lain dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Rangkaian pertemuan dan pembahasan dilakukan dengan sejumlah pihak, baik secara bersama-sama maupun terpisah yang dihadiri oleh Gubernur Lampung, Sekda, Inspektur, dan para Kepala Dinas PU, PTSP, ESDM, Perindustrian, PU dan Perhubungan juga instansi terkait lainnya seperti ESDM MProv Sumsel, Ombudsman RI, KSOP, ASDP Bakauheni, pengelola Tersus dan TUKS di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung.
Sebelumnya, KPK telah mendalami informasi dan dugaan adanya penambangan batubara tanpa izin di Sumsel. Batubara diangkut lewat jalur darat menuju ke Lampung dengan tujuan diduga ke pabrik-pabrik di Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Selatan, dan Kota Bandar Lampung menuju Pelabuhan Tersus/TUKS batubara di Kota Bandar Lampung untuk kemudian dikapalkan ke Merak atau ke wilayah Pulau Jawa lainnya melalui Ferry dari Bakauheni-Merak. Kejadian ini diduga telah berlangsung setiap hari selama bertahun-tahun.
Modus yang dilakukan adalah dengan mengangkut batubara ilegal menggunakan truk engkel berkapasitas 10 ton dari lokasi di Muara Enim menuju Martapura, Sumsel. Dari Martapura truk tersebut dikawal oknum masuk ke Lampung, kemudian dipindahkan ke kendaran yang lebih besar, yaitu truk Fuso berkapasitas 25 ton. Dalam pengangkutan tersebut batubara ditutup terpal untuk dibawa ke pabrik di Wilayah Lampung atau ke tersus ataupun ke pelabuhan Merak. Pengangkutan umumnya dilakukan pada malam atau dini hari untuk menghindari pengawasan termasuk pengawasan oleh masyarakat.Sebagai dampaknya, penambangan batubara ilegal menyebabkan kerugian negara dan tidak terpungutnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Selain itu, dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan juga merugikan masyarakat seperti kerusakan jalan khususnya di Lampung yang menjadi rute perlintasan, kemacetan dan kecelakaan lalu lintas, hingga konflik dengan masyarakat di Lampung yang jalannya rusak.
Merujuk pada aturan terkait, sejak 8 November 2018 Gubernur Sumatera Selatan mencabut Pergub Sumsel No. 23 Tahun 2012 tentang Transportasi Angkutan Batubara. Semua angkutan batubara yang melalui jalan umum di darat telah dilarang di Sumsel. Sedangkan, angkutan batubara legal ke Lampung menggunakan jalur kereta api dari Sumsel ke Tersus Batubara PT. Bukit Asam di Pelabuhan Panjang, Lampung atau melalui sungai dari Sumsel ke wilayah Tulang Bawang, Lampung.
Selain itu, Surat Edaran Gubernur Lampung nomor 0492/1930/III.06/2003 tentang Tata Cara Pengangkutan Batubara di Provinsi Lampung menyebutkan kendaraan tidak dapat melintas di wilayah Provinsi Lampung sebelum memiliki surat keterangan izin pengangkutan batubara yang dikeluarkan pemprov melalui Dinas Perhubungan; Pengusaha batubara tidak mengangkut batubara yang melebihi kelas jalan yang diizinkan sesuai muatan sumbu terberat (MTS) 4,5 ton. (*)
Komentar