Bandarlampung- KPK bersama kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, bakal tetap mengawasi wisata Tegal Mas, khususnya titik reklamasi di Pantai Marrita, dan luasan 0,5 hektar di pulau Tegal yang merupakan hasil reklamasi, yang disegel.
Meski demikian, wisata pantai tersebut tetap boleh beroperasi.
“Itu tetap dipantau sama tiga kementerian, KKP, KLHK, dan Kementerian Agraria, jangan sampai tetap jalan aktivitas (reklamasi), nanti KPK minta laporan dari tiga kementerian tersebut yang punya tupoksi, KPK mah duduk aja Nerima laporan, kalau ada unsur korupsi, gratifikasi, baru kita masuk,” ujar Kepala Koordinator Wilayah Satgas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi Perwakilan Wilayah III Dian Patria, Rabu (7/8). Saat media berifing di novotel
Namun diharapkan pengelola segera mematuhi peraturan yang ada, dengan melengkapi izin reklamasi, dan izin lainnya yang belum dimiliki, hingga membayar pajak yang sesuai, seperti pajak air, restoran, dan lain-lain yang di wisata tersebut.
“Kita sifatnya pembinaan, dan semua pulau di Lampung di Indonesia, kita bina kalau mau usaha memajukan, ayolah ikuti aturan, dan jangan merusak,” katanya
Disinggung soal upaya penindakan, KPK hanya fokus pada upaya tindak pidana korupsi, namun tetap berkolaborasi dengan kementerian terkait.
Mengenai dugaan yang ditemukan oleh KLHK dan KKP, Seperti merusak terumbu karang dan Padang lamun, merusak mangrove, hingga merubah bentang alam, tentunya ada sanski yang harus diberikan.
“Ya sanksihya, kemarin kata mereka (kementerian), harus ada kompensasi, atau ganti rugi, atau kembalikan kondisi kerusakan seperti semula,” katanya
Sebelumnya, KPK mendukung langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk menghentikan operasional dermaga penyeberangan Sari Ringgung dan kawasan wisata Pulau Tegal Mas sampai semua kewajiban perizinan dan pajak dipenuhi.
“Penghentian khususnya terkait kegiatan penyeberangan dari dermaga reklamasi di Pantai Ringgung karena menganggu keramba jaring apung-KJA di zona budidaya,” kata Saut Situmorang usai menyaksikan pemasangan plang di Pantai Ringgung Kabupaten Pesawaran, Selasa, 6 Agustus 2019. Dalam rilis yang diterima seribuberita.id
Hadir dalam pemasangan plang Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Rido Sani, Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan pada KKP M. Eko Rudianto, Direktur Pengawasan ATR/BPN Wisnubroto, Kasi Penatagunaan Tanah Kanwil BPN Prov Lampung Edi Riyanto,
Serta Kasi Penataan Tanah BPN Pesawaran Didik Rudianto dan jajaran pemda Prov Lampung dan Kab Pesawaran.
Penertiban ini, lanjut Saut, bertujuan untuk menghentikan semua pelanggaran yang mungkin terjadi di masa depan, dengan melakukan pemulihan atas apa yang telah dilakukan sebelumnya terhadap wilayah pesisir pantai, kemudian memerintahkan kepada pengelola untuk mengurus izin kepada pemerintah kabupaten dan provinsi, serta menunaikan kewajiban membayar pajak.
Penghentian ini, lanjut Saut, juga dilakukan untuk memastikan semua pemanfaatan ruang sesuai dengan Perda RZWP3K.
“KPK memberikan target waktu penyelesaian perizinan maupun kewajiban pajak dan jika tidak dipenuhi, penghentian total semua kegiatan akan dilakukan,” ujarnya.
Sebelumnya Tim Direktorat Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan, Direktorat Penanganan Pelanggaran, Pangkalan PSDKP Jakarta, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung telah melakukan pengawasan ke Pantai Ringgung dan Pulau Tegal pada tanggal 16 -19 Maret 2019. Kemudian ditindaklanjuti oleh lintas K/L yaitu KLHK dan KKP dengan turun ke lapangan pada 17-21 Juni 2019.
Dugaan pelanggaran di Pantai Ringgung, Marita adalah pelanggaran reklamasi. Perairan Ringgung, diketahui berada di dalam perairan Teluk Lampung bagian utara, tidak jauh dari lokasi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL).
Bentuk dugaan pelanggaran lainnya antara lain terkait dengan:
a. Tidak memiliki izin lokasi reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012)
b. Tidak memiliki izin lokasi sumber material reklamasi
c. Tidak memiliki izin pelaksanaan reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012)
d. Perusakan ekosistem terumbu karang dan vegetasi mangrove (pasal 69 ayat (1) huruf a, UU 32 Tahun 2009)
e. Menguasai dan memanfaatkan sempadan pantai (Perda No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Pesawaran Tahun 2011-2031
Pembangunan dan pengelolaan tanpa izin terkait dengan Pantai Ringgung, Marita dan Pulau Tegal Mas diduga telah merugikan keuangan daerah.
Sedangkan, terkait dugaan pelanggaran di Pulau Tegal Mas, tim menemukan sejumlah fakta bahwa:
• Penanggungjawab dari kegiatan di Pulau Tegal yaitu Thomas A Rizka, bermaksud menguasai seluruh pulau dan mengubah Pulau Tegal menjadi kawasan wisata yang bernama Tegal Mas. Diketahui kegiatan dilaksanakan mulai Desember 2017 dengan melakukan pembersihan lahan dengan memotong hampir seluruh vegetasi pantai/mangrove asosiasi di sepanjang pantai Pulau Tegal dan dilanjutkan dengan pembentukan lahan, pembangunan cottage, fasilitas wisata, reklamasi pantai, dan publikasi. Kegiatan tersebut masih terus berlanjut hingga hari ini.
• Obyek wisata Tegal Mas juga diketahui sudah beroperasi dan melayani wisatawan. Sementara izin pengelolaan ruang laut, izin lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi, dan Izin Lingkungan belum dimiliki oleh Tegal Mas. Selain itu cottage/villa yang dibuat sudah ditawarkan dan sudah ada transaksi jual beli cottage/villa dengan kisaran harga mencapai milyaran rupiah per unit.
Atas pemanfaatan dan pengelolaan di Pulau Tegal Mas tersebut, telah terjadi dugaan pelanggaran meliputi:
a. Tidak memiliki izin lingkungan (pasal 36 Ayat (1) Jo Pasal 109, UU 32 Tahun 2009)
c. Tidak memiliki izin pengelolaan ruang laut (pasal 16 ayat 2, UU No.1 Tahun 2014)
d. Merusak vegetasi pantai/mangrove (pasal 69 ayat (1) huruf a, UU 32 Tahun 2009)
e. Tidak memiliki izin lokasi reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012)
f. Tidak memiliki izin pelaksanaan reklamasi (pasal 4 ayat 2, Perpres 122 Tahun 2012)
g. Melakukan perubahan bentang alam Pulau Tegal (pasal 69 ayat (1) huruf a, UU 32 Tahun 2009)
h. Menguasai sempadan pantai dan melakukan jual beli atas bangunan di atasnya (Perda No. 4 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Pesawaran Tahun 2011-2031.
Dugaan Pelanggaran yang dilakukan tersebut menimbulkan dampak langsung maupun tidak langsung, berupa:
1. Merusak ekosistem terumbu karang dan padang lamun
2. Mengganggu kestabilan daya dukung lingkungan subzona budidaya keramba jaring apung
3. Kegiatan yang dilakukan tanpa analisa lingkungan akan menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang tak terukur
4. Menurunkan integritas pemerintah dan penegak hukum di mata masyarakat
5. Berubahnya bentang alam pantai ringgung dan pulau tegal
6. Terbatasnya akses nelayan dan pembudidaya
7. Tidak tertagihnya kompensasi dalam bentuk pajak dan lain2 yang sah atas hilangnya fungsi ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan vegetasi pantai yang berubah menjadi lahan reklamasi.
Penertiban ini merupakan bagian dari implementasi rencana aksi (renaksi) tematik 2019 KPK terkait sumber daya alam kelautan, yaitu meliputi:
1. Penyelesaian Perda rencana tata ruang wilayah laut dan KLHS
2. Penyelesaian Pergub turunan Perda rencana tata ruang wilayah laut
3. Melakukan pendataan pemanfaatan titik-titik reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan data kepatuhan.
Pelanggaran izin pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil diduga juga terjadi di banyak daerah lain. Di Provinsi Lampung sendiri terdapat 132 pulau-pulau kecil termasuk 24 pulau kecil di kabupaten Pesawaran. (Ver)
Komentar