Bandarlampung- Komisi IX DPR RI mengapresiasi respon cepat dan kemampuan jajaran kesehatan Pemprov Lampung dan kabupaten/kota dalam menangani krisis kesehatan akibat dampak tsunami Selat Sunda yang terjadi di wilayah Lampung pada 22 Desember 2018 lalu.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IX DPR RI Jalaludin Akbar saat melakukam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR, Rabu (6/2/2019) di Aula Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
Jalaluddin menilai pemerintah daerah di Lampung baik provinsi maupun kabupaten, juga kementerian kesehatan, telah melakukan respon cepat dalam penangangan krisis kesehatan dalsm bencana yang menewaskan setidaknya 430 orang dan melukai 1.495 orang tersebut.
Dampak dari bencana tersebut memang masih dirasakan masyarakat di daerah terdampak sampai saat ini seperti ancaman penyakit menular dan potensi gangguan kejiwaan akibat bencana tsunami. “Oleh karena itu, kami melakukan kunker ini, untuk memperoleh informasi tentang penanganan kesehatan akibat tsunami dan melihat kendala-kendala yang dihadapi sehingga dapat memberikan masukan bagi Tim Pengawas Bencana DPR dan kementerian untuk penanganan dampak krisis kesehatan ” ujarnya.
Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Provinsi Lampung Taufik Hidayat mengatakan hingga saat ini telah disalurkan sedikitnya Rp2 miliar ke lokasi bencana. Sementara untuk Provinsi Lampung, bantuan tanggap darurat makanan sebanyak (14.200 paket), family kit, kids ware, food ware (300 paket). Peralatan dapur keluarga (100 paket), peralatan evakuasi (201) selimut dan sandang (150 paket), kemudian diberikan pula perlengkapan Tagana (55 paket), santunan ahli waris korban meninggal untuk 4 jiwa masing-masing mendapat Rp15 juta.
“Pemprov Lampung juga mendirikan sejumlah dapur umum di Kantor Gubernur, MTS Negeri Way Muli Rajabasa, Kampung Siaga Bencana (pesawaran) dan Kecamatan Kelumbayan, sehingga total bantuan lebih dari Rp576 juta,” ujar Taufik.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung Reihana mengatakan upaya lain yang dilakukan Pemprov Lampung adalah membentuk klaster kesehatan di provinsi dan kabupaten. Klaster kesehatan tersebut, terdiri dari beberapa subklaster diantaranya pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan reproduksi, DVI (disaster victim identification), logistic kesehatan, pengendalian penyakit dan surveilans.
Sedangkan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Achmad Yuriyanto mengatakan mitigasi bencana perlu dilakukan untuk menambah wawasan masyarakat terkait cara penanggulangan bencana baik sebelum. “Saat terjadi bencana, mitigasi merupakan hal yang penting digalakkan pemerintah daerah karena bencana masih menjadi bagian yang belum dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia,” katanya.
Yurianto juga mengatakan upaya pengurangan resiko bencana merupakan sebuah investasi. “Sangat penting masyarakat diberikan pelatihan, juga pengetahuan bagaimana penanganan bencana, karena lebih dari 70 persen bencana di Indonesia bisa diprediksi, artinya jika masyarakat sudah paham bagaimana menghadapi bencana, dampak bencana pun semakin kecil,” ungkapnya
Komentar