Oleh : M. Hadiyan Rasyadi
Bandarlampung- Pemilihain Rektor Universitas Lampung (Unila) memasuki babak baru dalam mencari pucuk pimpinan memperebutkan kursi Unila satu.
Senat Universitas Lampung telah menjaring lima bakal calon rektor (bacarek), ke lima yang sudah mendaftarkan diri secara resmi kepada panitia pemilihan rektor melalui senat universitas sudah mulai bergeriliya mengkampanyekan dirinya masing-masing melalui kegiatan yang memang betul sengaja diadakan untuk memperkenalkan dirinya dan bahkan masuk dalam momentum-momentum kegiatan Universitas untuk dimanfaatkan sebagai media kampanye.
Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan 46 suara senat yang nantinya menentukan 65% hak suara dalam proses pemilihan nantinya.
Namun hal tersebut pada kenyataannya hanya dirasakan euforianya oleh sebagian golongan saja, padahal yang Namanya pemilihan rektor seharusnya menjadi sebuah euforia besar bagi seluruh civitas akademika Unila. Mahasiswa yang dalam kampanyenya akan dirangkul untuk dapat memberikan masukan dalam pemilihan rektor ini nyatanya hanya dijadikan sebuah formalitas belaka yang tak lain tujuannya hanya untuk menutup mulut-mulut kritis mahasiswa.
Sejak Juli 2019, situs pilrek.unila.ac.id kembali di hidupkan kembali semenjak 4 tahun terbengkalai. Jadwal dan pemberitaan pemilihan rektor dipublikasi dan terpampang di web tersebut dan selanjutnya pasca BEM U KBM Unila mengkritisi senat dalam aksi kreatif yang rutin diadakan setiap hari jum’at di lingkungan wilayah Unila yang intinya untuk menggugat Pemilihan rektor yang terkesan tertutup dengan sebuah gerakan “Jangan Beli Rektor Dalam Karung”. Gerakan tersebut membuahkan hasil hingga pada akhirrnya pihak senat mempublikasi jadwal pemilihan rektor melalui media banner besar yang dipasang diberbagai titik strategis Unila.
Kekecewaan dan kekecewaan timbul dalam keberlangsungan proses pemilihan rektor ini. Publikasi jadwal yang sudah direncanakan dalam rapat senat betul-betul tidak terealisasi sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengapa jadwal tersebut bisa melenceng dari jadwal yang sudah ditetapkan.
Tertera pada banner yang di tempel diberbagai sudut strategis Unila bahwa dabat kandidat bacarek akan dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus 2019. Namun faktanya hal tersebut tidak dapat terlaksana dan kemudian diberitahukan melalui surat undangan kepada seluruh Lembaga kemahasiswan digantikan menjadi tanggal 26 Agustus 2019, termasuk kepada BEM U KBM Unila yang berisi undangan untuk dapat hadir dalam pemaparan visi dan misi bacarek di Gedung Serba Guna (GSG) Unila.
Namun kembali lagi kegiatan itu tidak terlaksana yag di konfirmasi dalam surat masuk BEM U KBM Unila tertanggal 23 Agustus 2019 yang berisi tentang perubahan tanggal undangan rapat senat terbuka dan memberitahukan penyampaian visi misi bacarek yang di undur ke tanggal 30 Agustus 2019 di tempat yang sama.
Aneh tapi nyata, kalimat itu yang bisa menggambarkan inkonsistensi panitia penyelenggara pemilihan rektor ini. Di konfirmasi pertama kali alasan kemunduran jadwal yang membuat tidak sesuai dengan yang sudah dipublikasikan dikarenakan penyesuaian jadwal panitia penyelenggara dengan pihak kemenristekdikti.
Ini sangat janggal dan tidak seharusnya terjadi dikarenakan sesuai dengan dasar hukum yang dipakai dalam pemilihan rektor ini, mengacu pada Pasal 7 ayat (3) Permenristekdikti No 21 Tahun 2018 tentang perubahan atas permenristekdikti No 19 tahun 2017 tentang pengangkatan dan pemberhentian pemimpin perguruan tinggi yang berbunyi “tahap penyaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dihadiri pejabat Kementerian yang ditunjuk oleh Menteri”, apabila diperhatikan dalam ayat diatas terdapat frasa “dapat dihadiri” yang berarti bahwa perwakilan dari kementerian tidak wajib hadir dalam proses penyaringan. Hal tersebut juga senada dengan yang termaktub dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan Senat Universitas Lampung No 1 tahun 2019 tentang tatacara pemilihan rektor periode 2019-2023.
Alasan selanjutnya yang diutarakan bahwa kemunduran jadwal ini disebabkan oleh jadwal kepulangan Jemaah haji yang diperkirakan di atas tanggal 26 Agustus 2019 yang mengakibatkan jumlah kuorum dalam rapat senat terbuka tidak terpenuhi.
Hal ini bertentangan kembali dengan dasar hukum yang dipakai dalam pemilihan senat yang termaktub Pasal 10 ayat (1) huruf c Peraturan Senat Universitas Lampung No 1 tahun 2019 tentang tatacara pemilihan rektor periode 2019-2023 yang berbunyi “dalam hal telah dilakukan penundaan selama 60 (enam puluh) menit sebagaimana dimaksud pada huruf b dan belum dihadiri oleh 2/3 (dua per tiga) dari seluruh anggota senat, rapat dilanjutkan dan dinyatakan sah”, dalam hal demikian dapat di tafsirkan bahwa jumlah anggota senat yang hadir dapat diselesaikan dalam musyawarah.
Beberapa hal di atas merupakan sebagian dari banyaknya permasalahan terkait pemilihan rektor ini. Mahasiswa Universitas Lampung mengharapkan terpilihnya rektor yang dapat mengakomodir permasalah unila, yang merupakan kepanjangan tangan dari civitas akademika Unila. Namun apabila melihat kondisi di lapangan yang ada menunjukkan bahwa, semua calon bacarek hanya sibuk mengejar dan mengamankan 35% suara kemenristekdikti dengan memanfaatkan berbagai fasilitas jabatan yang melekat pada para bacarek dan tidak focus turun ke masyarakat Unila untuk berdiskusi dan menjaring aspirasi selurus civitas akademika Unila.
Sebagai calon rektor Unila yang kedepan mengemban amanah menyelesaikan permasalahan-permsalahan Unila saat menjadi rektor, namun malah tidak memprioritaskan kepeningan internal Unila untuk turun ketingkat paling bawah. Harapan besar bahwa semua menginginkan rektor yang terpilih adalah rektor Unila bukan rektor Kemenristekdikti.
Rektor yang berpihak pada masayarakat Unila bukan rektor yang berpihak pada kepentingan pusat. Wajar apabila kini BEM U KBM Unila menyapaikan kekecewaan terhadap pihak yang bertanggung jawab atas carut marutnya pemilihan rektor ini dan harapannya nasib Unila tidak seperti beberapa kampus yang terhambat pemilihan rektornya sehingga harus terjadi kekosongan jabatan yang mengharuskan naiknya pelaksana tugas jabatan rektor.
Kemudian yang menjadi hal penting juga bahwa para bacarek dapat menjawab tantangan mahasiswa bahwa pemilihan rektor ini bukan merupakan transaksi “Beli Rektor dalam Karung”.
Editor : Tri Doni Saputra
Komentar