KPK Awasi Anggaran Penanganan Covid-19 Setiap Daerah

Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat nasional maupun daerah untuk memastikan pengadaan barang dan jasa (PBJ) dalam percepatan penanganan _Corona Virus Disease_ 2019 (COVID-19) dilakukan secara efektif, transparan, dan akuntabel serta tetap berpegang pada konsep harga terbaik (_value for money_).

“Mengingat saat ini salah satu kegiatan penting adalah pengadaan barang dan jasa dalam penanganan Covid-19, seperti pengadaan APD, maka KPK dalam upaya pencegahan korupsi, monitoring dan koordinasi membantu Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat nasional dan daerah terkait dengan pencegahan korupsi,” kata Ketua KPK Firli Bahuri, Kamis, 2 April 2020, di Jakarta.

Firli menjelaskan, hal ini merespon arahan Presiden agar KPK turut mengawasi proses percepatan penanganan Covid-19. Pertama, KPK membentuk tim khusus untuk mengawal dan bekerja bersama Satgas di tingkat pusat dan daerah serta dengan stakeholders terkait lainnya.

Kedua, tambah Firli, KPK menerbitkan Surat Edaran (SE) No 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan _Corona Virus Disease_ 2019 (Covid-19) Terkait Dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi. SE tersebut ditujukan kepada Gugus Tugas di tingkat pusat dan daerah untuk memandu proses pengadaan barang dan jasa.

Hal ini, menurut Firli dirasa perlu untuk menghilangkan keraguan bagi pelaksana di lapangan tentang pidana korupsi yang berpotensi dapat dikenakan kepada pelaksana. Padahal kondisi saat ini adalah darurat dan membutuhkan kecepatan dalam eksekusinya.

“Dalam Surat Edaran disampaikan rambu-rambu pencegahan yang diharapkan dapat memberi kepastian bagi pelaksana pengadaan bahwa sepanjang unsur-unsur pidana korupsi tidak terjadi, maka proses PBJ tetap dapat dilaksanakan tanpa keraguan,” jelas Firli.

Beberapa prinsip yang ditekankan KPK di dalam Surat Edaran tersebut di antaranya agar pelaksanaan PBJ selalu didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk aturan yang secara khusus dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

Dari kajian yang pernah dilakukan maupun penanganan perkara, KPK mengidentifikasi sejumlah modus dan potensi korupsi dalam PBJ. Di antaranya adalah persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa, menerima _kickback_, penyuapan, gratifikasi, benturan kepentingan, perbuatan curang, berniat jahat memanfaatkan kondisi darurat, hingga membiarkan terjadinya tindak pidana.

“Kami juga mendorong keterlibatan aktif APIP dan BPKP untuk melakukan pengawalan dan pendampingan terkait proses pelaksanaan PBJ dengan berkonsultasi kepada LKPP,” pungkas Firli.

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), KPK bertugas antara lain melakukan tindakan-tindakan pencegahan, koordinasi, dan monitoring sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.(*)

banner 250250

Komentar